Minggu, 26 Juni 2011

Syeikh Abdullah azzam

Biografi Syeikh Abdullah Azzam Buat halaman ini dlm format PDF Cetak halaman ini Kirim halaman ini ke teman via E-mail
Tuesday, 25 November 2008
ImageAbdullah Yusuf Azzam, lahir pada tahun 1941 di desa Asba’ah Al-Hariyeh propinsi Jiin, tanah suci Palestina yang diduduki Israel. Beliau dibesarkan di sebuah rumah yang bersahaja dimana beliau dididik Agama Islam, ditanamkan kecintaan terhadap Allah SWT darn Rasul-Nya SAW, terhadap mujahid yang berjuang di jalan-Nya, dan terhadap orang-orang yang shaleh yang mencintai kehidupan akhirat.

“Berdiri satu jam dalam pertempuran di jalan Allah SWT lebih baik daripada berdiri menunaikan shalat selama enam puluh tahun" (HR Baihaqi) Semasa masih anak-anak, Abdullah Azzam sangat menonjol di antara kanak-kanak lainnya. Beliau sudah mulai menyiarkan dakwah Islam semenjak masih sangat muda. Teman-teman sepergaulan mengenal beliau sebagai seorang anak yang shaleh. Beliau telah menunjukkan tanda-tanda yang luar biasa sejak muda dan guru-guru beliau telah mengenali tanda-tanda itu sejak beliau masih di Sekolah Dasar.
Syeikh Abdullah Azzam dikenal karena ketekunan dan kesungguhannya bahkan sejak masih kecil. Beliau memperoleh pendidikan dasar dan menengah di desanya dan kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Pertanian Khadorri hingga memperoleh gelar. Meskipun beliau yang termuda di antara teman-temannya, namun beliau adalah yang terpandai dan terpintar. Setelah menamatkan pendidikannya di Khadorri beliau bekerja sebagai guru di desa Adder, Yordania Selatan. Kemudian beliau menuntut ilmu di Fakultas Syariah Universitas Damaskus Suriah hingga memperoleh gelar B.A (sarjana muda) di bidang Syariah pada tahun 1966. Ketika tentara Yahudi merebut Tepi Barat pada tahun 1967, Syeikh Abdullah Azzam memutuskan untuk pindah ke Yordania, karena beliau tidak ingin hidup di Palestina yang berada di bawah pendudukan Yahudi. Melihat bagaimana tank-tank Israel maju memasuki Tepi Barat tanpa mendapatkan perlawanan yang berarti menimbulkan perasaan bersalah dalam diri beliau sehingga membuat beliau makin mantap untuk hijrah dengan maksud agar dapat mempelajari ilmu perang.
Pada akhir dekade 1960-an, dari Yordania beliau bergabung dalam jihad menentang pendudukan Israel atas Palestina. Tidak lama kemudian beliau pergi belajar ke Mesir dan memperoleh gelar Master dalam bidang Syariah di Universitas Al-Azhar, Kairo. Pada tahun 1970, setelah jihad berhenti karena kekuatan PLO diusir keluar dari Yordania, beliau menjadi dosen di Universitas Yordania di Amman. Setahun kemudian, tahun 1971, beliau memperoleh beasiswa dari Universitas Al-Azhar dimana beliau melanjutkan pendidikan S3 dan memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang Pokok-pokok Hukum Islam (Ushul Fiqh) tahun 1973. Selama di Mesir inilah beliau mengenal keluarga Syuhada Sayyid Qutb (1906-1966).
Syeikh Abdullah Azzam cukup lama turut serta dalam jihad Palestina. Namun ada hal yang tidak disukainya, yaitu orang-orang yang terlibat di dalamnya sangat jauh dari Islam. Beliau menggambarkan bagaimana orang-orang ini berjaga-jaga sepanjang malam sambil bermain kartu dan mendengarkan musik, dan menganggap bahwa mereka sedang menunaikan jihad untuk membebaskan Palestina. Syeikh Abdullah Azzam menyebutkan juga meskipun ada ribuan orang di basis-basis pemukiman, tetapi jumlah orang yang hadir untuk shalat berjamaah bisa dihitung dengan satu tangan saja. Beliau berusaha mendorong mereka untuk menerapkan Islam sepenuhnya, namun mereka bertahan untuk menolak. Suatu hari beliau bertanya kepada seorang ‘Mujahid’ secara retoris, agama apa yang ada di belakang revolusi Palestina, ‘Mujahid’ itu menjawab dengan jelas dan gamblang: “Revolusi ini tidak memiliki dasar agama apapun”
Habislah kesabaran Abdullah Azzam. Beliau kemudian meninggalkan Palestina, pindah ke Arab Saudi dan mengajar di berbagai universitas di sana.
Saat Syeikh Abdullah Azzam menyadari bahwa hanya dengan kekuatan yang terorganisir umat ini bisa menggapai kemenangan, lalu jihad dan senjata adalah kesibukan dan pengisi waktu luangnya.
“Jihad hanya dengan senjata, tidak dengan negosiasi, tidak dengan perundingan damai, tidak dengan dialog”Kalimat tersebut menjadi semboyan beliau. Beliau praktekkan apa yang selalu beliau kumandangkan, sehingga membuat beliau menjadi salah satu di antara orang Arab pertama yang bergabung dalam jihad di Afghanistan melawan Uni Soviet yang komunis.
Pada tahun 1980, ketika masih di Saudi Arabia, Abdullah Azzam memperoleh kesempatan berjumpa dengan satu delegasi mujahidin Afghanistan yang datang untuk menunaikan ibadah haji. Segera beliau tertarik dengan kelompok ini dan ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai jihad Afghanistan. 
Ketika dijabarkan kepadanya, beliau merasa inilah yang sejak lama beliau cari-cari. Beliau segera melepaskan jabatannya sebagai dosen di Universitas King Abdul-Aziz Jeddah Saudi Arabia, dan berangkat menuju Islamabad Pakistan agar dapat lebih dekat dengan jihad Afghanistan, dan di sanalah beliau mengenal pemimpin-pemimpin mujahidin. Saat-saat pertama berada di Pakistan, beliau ditunjuk untuk memberikan kuliah di International Islamic University di Islamabad. Namun tidak lama ini berlangsung, karena beliau memutuskan untuk meninggalkan universitas agar bisa mencurahkan seluruh waktu dan energinya untuk jihad di Afghanistan.

jaln mana yang kau tempuh

Di Tramwajem (kereta api listrik yang cepat dan tertib, di Krakow) yang sudah direnovasi selalu ada beberapa layar televisi yang terletak di langit-langit atas ujung tiap gerbongnya. Para penumpang disuguhi cerita pendek pelawak yang berpantomim, iklan layanan masyarakat tentang info pariwisata, proyek baru kota, peringatan membagi jenis-jenis sampah, dll, atau juga informasi kesehatan dan info rute Tramwajem tersebut.
ilustrasi
Saya jatuh hati pada iklan ajaran moral buat masyarakatnya yang selalu diputar-putar ulang, ditampilkan kisah nyata seorang nenek bernama Halina, sudah keriput, bungkuk, tertatih-tatih dengan tongkatnya. Pani Halina melamun di depan televisi usangnya seraya tampak menyesali diri. Di layar yang ditontonnya adalah kisah yang sama persis dengan masa mudanya dahulu, sebagai Halina muda penari telanjang di berbagai bar terkenal. Halina yang setiap hari bergelimang uang, sibuk menghabiskan harta untuk shopping baju model terbaru, alat-alat make-up, urusan ke salon, bergonta-ganti warna rambut, juga bergelas-gelas minuman beralkohol masuk ke perutnya. Dan entah berapa bungkus rokok ia hisap per-hari yang juga plus sejenis narkotika di dalamnya. Halina tua menitikkan air mata, lalu perlahan ia seka dengan gundah. Ia raba kaki dan lengannya, kulit-kulit rentanya dengan ragam bintik hitam yang dulu sangat kencang dan asyik dipamerkan dengan tawa renyahnya, semakin mengingat usia mudanya yang telah berlalu, maka makin deraslah air matanya.
Hidup Halina terasa tak tentram, tawa di wajahnya adalah kebohongan, sementara dalam hati selalu gelisah dan menangis. Ia bercerai beberapa kali dengan suami berbeda bangsa, namun tak satu kali pun merasakan kehamilan. Masa tua hanya berteman anjing peliharaannya, tiada anak dan riangnya cucu sebagaimana para manula lain. Inti iklan tersebut ternyata kalimat yang artinya kira-kira “Jangan menyesali hidup seperti jalan hidup Pani Halina, hindari minuman beralkohol dan anjuran untuk tidak merokok”. Hatiku turut berdo’a, semoga hikmah yang diambil Halina lebih dari itu, semoga cahaya hidayah-NYA merasuk ke celah nuraninya. Jalan taubat adalah hal terindah, dan Islam adalah satu-satunya sandaran keselamatan dunia dan akhirat.
Sister Zaynab, dari kota tetangga, yang berkuliah di Krakow, punya wajah mirip si Halina muda. Namun syukur walhamdulillah, jalan masa muda yang dilaluinya berbeda. Sister Zaynab memperoleh petunjukNYA di usia remaja, langsung ikhlas ia tutup auratnya meskipun hijabnya itu adalah model baju teraneh disini. Dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah, sister Zaynab mengatakan bahwa sekarang ia sudah hafal semua bacaan setiap gerakan sholat, dan dengan malu-malu ia berucap bahwa membaca ayat Al-Qur’an itu adalah suatu ujian yang sulit, ia sedang belajar mengaji, memahami berbagai rambu-NYA, masih berusaha menjalankan islam secara kaffah.
Allah ta’ala mengingatkan, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At-Tiin [95] : 4-6)
Saudari kita lainnya, Husna, teman sister Zaynab yang berusia lebih muda, tahun lalu baru saja lulus ujian masuk ke perguruan tinggi negeri terpopuler di Krakow, yang merupakan universitas ternama di Poland dan Uni-Eropa. Husna memang bercita-cita memasuki PTN itu, katanya, “Kalau lulus dari situ, bea siswa lanjutannya bisa kemana-mana, sist… ke Amrik, ke negara Eropa lainnya, UK, dll, makanya saya senang sekali bisa kuliah di sini…”, ujarnya. Wajar saja, orang tua dan saudaranya telah lama tinggal dan bekerja di Poland, sudah bayar pajak yang besar di negeri ini, Husna merasa bahwa ia harus meraih cita-citanya dengan tidak terlalu membebani orang tua. Saya salut dengan semangatnya, ia bahkan rajin berpuasa selama satu semester penuh sebelum masa pengumuman kelulusan PTN tersebut. Alasan Husna, setiap hari ia lebih percaya diri saat berpuasa. Sekarang Husna sedang bergelut dengan kesibukan pelajarannya, ada rasa bangga juga dalam kalbu, di Krakow saudari muslimah—yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan, memang selalu berprestasi. Husna, kakak dan adiknya tampak selalu mengingat ‘potensi masa muda’, dan pesan orang tua mereka tentang hadits rasul-Nya senantiasa melekat di hati, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam berwasiat,
“Ambillah lima perkara sebelum lima perkara: (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Masa Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al-Mustadroknya)

Jumat, 24 Juni 2011

Dibawah Kepemimpinan Baru, Akankah Al Qoidah Berubah?



Diposting pada Kamis, 23-06-2011 | 07:28:01 WIB
Laporan diangkatnya Ayman al Zawahiri untuk memimpin Al Qoidah dipandang para ahli Pakistan tidak akan banyak mengubah situasi keamanan di Pakistan atau di belahan dunia lain.

Namun terdapat pula pendapat berbeda mengenai potensi dokter asal Mesir itu (al Zawahiri) dalam mengontrol kelompok-kelompok Islam yang berbeda dan menerjemahkan pengaruh mereka dalam beberapa lembaga negara di Pakistan dan di tempat lain sebagai "bahan bakar" ketidakpuasan yang lebih luas di dunia Islam.

"Zawahiri telah menjadi pemimpin yang efektif dari sebuah organisasi yang operasionalnya sendiri sudah dia kepalai secara de-facto selama beberapa tahun," kata Zahid Hussain, wartawan senior dan penulis buku Frontline Pakistan : Perjuangan dengan Militan Islam, seperti dilansir dari BBC.CO.UK.

"Jadi, kemungkinan tidak banyak yang berubah."

Para ahli percaya, Zawahiri akan membawa pengalaman bervariasi dalam urusan sipil, politik dan militer.

Jurnalis dan analis, Rahimullah Yusufzai, yang pernah dua kali bertemu Zawahiri, menggambarkan Zawahiri sebagai pribadi yang "pintar membaca dan berpengetahuan", orang yang pernah terjun ke dalam politik, pernah menjadi tahanan, bekerja sebagai pekerja bantuan medis, menjadi pejuang gerilya, pendanaan terorganisir, perekrutan dan penyebaran pejuang Al Qoidah, muncul sebagai propagandis dan ideolog, dan akhirnya menjadi pemimpin militan.

Yusufzai berpendapat, Zawahiri tidak sama perawakannya dengan Bin Ladin dan karismanya sebagai "pangeran" pejuang yang membawa kekayaan pribadinya yang bisa digunakan untuk memberi perintah kepada semua kelompok-kelompok Islam, baik dalam jaringan Al Qoidah atau diluar itu.

Faktanya adalah, Al Qoidah butuh waktu hampir enam pekan untuk mengumumkan pengganti dari Bin Ladin untuk terus menjalankan organisasi tersebut, kata Yusufzai.

"Ini menunjukkan bahwa mereka memiliki kesulitan operasional dan masalah dengan logistik dan keamanan," katanya. "Mereka masih berjalan dan berusaha keras untuk bertahan hidup."

Beberapa orang percaya Zawahiri tidak akan membawa angin segar baru dengan Al Qoidah dan afiliasinya.

"Tidak seperti Bin Ladin yang telah selama beberapa tahun berada di Abbottabad, Zawahiri tetap mobile dan telah secara rutin mengirimkan pesan-pesan video dan audio untuk memobilisasi opini di dunia Muslim," kata Zahid Hussain.

Secara mudahnya, bahwa operasi-operasi Al Qoidah selama beberapa tahun terakhir ini, sudah melalui perintah-perintah al Zawahiri.

Zawahiri terakhir terlihat di provinsi Khost Afghanistan, dekat dengan Pakistan di wilayah suku Waziristan Utara, pada Oktober 2001, hari sebelum Amerika menyerbu dan mencopot kekuasan Taliban di Afghanistan.

Pada awal 2006, ia lolos dari serangan pesawat tak berawak di tempat persembunyiannya yang berjarak sekitar 300 km di utara, di wilayah suku Pakistan Bajaur.

Zahid Hussain mengatakan bahwa Al Qoidah tidak pernah melakukan kontrol terpusat atas kelompok-kelompok afiliasianya. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini mereka telah banyak merekrut di Pakistan, beberapa kelompok bersenjata di Libya, Yaman dan di Somalia juga telah dekat dengan mereka.

"Ada fusi ideologis antara Al Qoidah dan kelompok-kelompok ini, dan ada juga potensi untuk kerjasama longgar."

Dia mengatakan bahwa dalam kestabilan keamanan di Pakistan baru-baru ini, Zawahiri diyakini merupakan tokoh pendorong dibalik serangan-serangan militan di Pakistan akhir-akhir ini.

Beberapa serangan, seperti yang terjadi di PNS Mehran bulan Mei atau serangan gedung CID di Karachi November 2010, memberikan kenyataan bahwa para militan yang terkait dengan Al Qoidah telah jauh menembus kedalam angkatan bersenjata Pakistan.

Dan tantangan terbesar al Zawahiri adalah merajut kelompok-kelompok perlawanan di Pakistan menjadi kekuatan terpadu untuk merusak stabilitas negara itu, yang telah menjadi sekutu "Tentara Salib dan Yahudi".